BONEPOS.COM – Sebuah pesan berantai disertai foto dan video yang mengklaim dokter di rumah sakit Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena virus corona baru (Covid-19) beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Selasa (2/6/2020).

Berikut isi pesannya :

Terbongkar sudah Rekayasa pasien sakit dan meninggal dinyatakan POSITIF COVID padahal pasien sblm nya diperiksa negatif, ketika meninggal terjadi bersih keras antara petugas RS PANCARAN KASIH MANADO, ingin menguburkan COVID dr pihak keluarga MENOLAK Krn bukan COVID, dan stlah terjd kesepakatan bhw jenazah akan dimandikan sesuai syariat Islam di RS ,setelah dimandikan oleh BPK IMAM dan kedua anak dr almarhum, TIBA” DARI PIHAK RS PANCARAN KASIH MENYOGOK ANAK ALMARHUM DGN SEJUMLAH UANG, dan ditanya UANG apa ini mereka DIAM, pak IMAMpun demikian diberikan Uang dr RS Dan DITOLAK OLEH PAK IMAM DAN ANAK KANDUNG ALMARHUM. Berikut penjelasan dr anak KANDUNG ALMARHUM tentang PENYOGOKAN PIHAK RS PANCARAN KASIH MANADO, simak dan silahkan bagikan demi mengungkap TABIR kepentingan lain yg memanfaatkan.

Benarkah klaim tersebut ?

Penelusuran Fakta

Tim Cek Fakta Bonepos.com pun menelusuri kebenaran atas pesan tersebut melalui mesin pencari Google Search dengan kata kunci “Pasien Covid di Manado”.

Alhasil dari penelusuran tersebut, ditemukan setidaknya ada 2 artikel yang mengklarifikasi isu tersebut yang dimuat di situs berita manadopost.jawapos.com.

Adapun judulnya; “Viral Keluarga PDP ‘Disogok’ RS, Ini Kata Gugus Tugas Pemprov Sulut” dan “Ini Penjelasan Dirut RS Pancaran Kasih Terkait Tudingan ‘Uang Sogok’”

Dalam artikel berita tersebut, Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Franky Kambey menegaskan, bahwa isu menawarkan uang sogok kepada keluarga pasien, tidak benar.

“Saya atas nama direksi dan seluruh karyawan RS GMIM Pancaran Kasih, turut berbelasungkawa atas kepergian almarum yang meninggal di rumah sakit kami siang tadi (kemarin, red),” kata Kambey.

Kambey menyebutkan, setiap pasien yang masuk RS, baik ODP, PDP, dan positif Covid-19, langsung dinotifikasi ke Gugus Tugas Kota Manado dan Pemprov Sulut termasuk protokoler terhadap pasien yang meninggal karena Covid-19.

“Di RS kami, yang meninggal ada pasien yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Muslim, Budha, dan Hindu. Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama Muslim. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.

Lebih jauh, Kambey menjelaskan, bahwa jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang beragama muslim. Nah, disaat proses tersebut biasanya pihaknya memberikan insentif kepada pihak yang mengerjakan.

“Di kami ada kebijakan, karena ini bukan yang pertama, biasanya kami memberikan insentif kepada yang memandikan, mengkafani, dan mensalatkan jenazah. Mengingat mereka menanggung resiko yang besar, dalam hal ini tertular, maka harus menggunakan APD level 3. Biasanya kami berikan insentif sebesar Rp 500 ribu per orang,” ungkapnya.

Lanjut Kambey, kebetulan yang terjadi adalah yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan hanya satu orang, biasanya tiga. Sehingga petugas RS melaporkan, ada dua insentif yang tertinggal. Sehingga dia menginstruksikan, berikan saja ke siapa saja yang disitu. Kebetulan yang ada di situ keluarga.

“Menurut petugas, keluarga tidak menerima. Jadi sebenarnya ada kesalahpahaman. Kalaupun kami salah, kami minta maaf. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, kami hanya menjalankan kebijakan. Misalnya pun kalau diterima, anggaplah itu sebagai ungkapan belasungkawa kami, bukan seperti yang diisukan bahwa kami menyogok untuk mengatakan pasien ini positif Covid-19,” urainya.

Kambey juga mengklarifikasi, bahwa pihaknya tidak pernah membolehkan jenazah pasien dibawa pulang, karena hal itu melanggar protokoler penanganan bagi pasien Covid-19.

“Kalau kami membolehkan, kami bisa diproses karena melanggar protokol. Semua pasien yang meninggal, baik statusnya ODP, PDP, dan positif, harus dinotifikasi ke Gugus Tugas Manado. Jadi kami sudah melakukan tugas dan kewajiban kami, yakni menangani dan melaksanakan apa yang menjadi protokol. Prinsip kami adalah menjalankan tugas, dan menunaikan misi kemanusiaan tenaga kesehatan. Kalaupun ada kesalahan, mungkin miskomunikasi antara dua belah pihak, kami mohon maaf,” tukasnya.

Klarifikasi pihak Keluarga

Dalam status di akun Facebook yang diposting pukul 22.29 Wita tadi malam, anak pasien tersebut menjelaskan apa yang menjadi keberatan pihak keluarga.

“Sedikit mau diperjelaskan supaya tidak timbul fitnah atau cerita-cerita lain, kalau almarhum sakit ginjal bukan Covid-19 dan dari pihak RS Pancaran Kasih mengizinkan jika almarhum dimakamkan di penguburan Ketang Baru. Yang jadi permasalahan, keluarga tidak terima ketika jenazah mau dipetikan (taruh dalam peti) karena kami orang Muslim seharusnya taruh di keranda. Karena pasien negatif bukan positif,” tulis akun Facebook dengan nama pengguna Khairullah Lasarika itu.

Kesimpulan :

Kabar beredar terkait klaim dokter rumah sakit di Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena Covid-19, berdasarkan semua bukti yang ada, pernyataan tersebut tidak akurat, atau tidak benar adanya dan didukung bukti kuat.

Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey melalui sebuah video, membatantah kabar tersebut, menurut Dia, uang yang diberikan ke pihak keluarga adalah insentif bagi pihak yang memandikan jenazah. Pasien yang meninggal tersebut berstatus PDP, sehingga jenazahnya harus ditangani dengan mengacu pada protokol Covid-19. (tim/ril).