Dalam rapat sidang kabinet paripurna pada 18 Juni lalu yang kini viral dalam tayangan Youtube. Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara keras mengkritik kinerja para menteri selama masa darurat pandemi Covid-19 yang dianggapnya tidak menyadari besarnya ancaman krisis ekonomi di depan mata. Presiden Jokowi pun secara lugas menyoroti bagaimana proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dibuat beberapa lembaga internasional dimana angka pertumbuhan ekonomi (dunia) terkontraksi 6 sampai 7,6 %. Bank Dunia minus 5 %.”

Presiden Jokowi mendesak para menterinya untuk membuat langkah dan kebijakan luar biasa untuk mengatasi krisis saat ini. Jika diperlukan, Presiden siap mendukung dengan membuat peraturan presiden, bahkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). “Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle,” Demikian pernyataan kritis Presiden.

Dalam mengantisipasi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah pernah berancang-ancang melakukan sedini mungkin pemulihan ekonomi. Dalam kajian awalnya, ide proyeksi ini awalnya terbagi dalam lima fase. Fase pertama dimulai dari awal Juni, fase kedua di pertengahan Juni, begitu seterusnya hingga akhir Juli. Diperkirakan awal bulan Agustus, seluruh kegiatan ekonomi semuanya dibuka kembali. Tentu dengan tetap memperhatikan protokol dan standar kebersihan dan kesehatan yang ketat.

Dalam menjaga masyarakat dari dampak langsung akibat pandemi dan dampak lanjutan sosial ekonomi, pemerintah mengerahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 pada tiga prioritas, yakni sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan kepada dunia usaha. Bahkan pemerintah juga telah mengeluarkan tiga paket stimulus kebijakan demi menanggulangi hal ini.

Sejak 6 Mei 2020 yang lalu pemerintah telah mengeluarkan petunjuk teknis stimulus bagi sektor informal (usaha mikro kecil menengah/UMKM) juga telah disetujui oleh pemerintah dan DPR. Hal itu tampaknya sangat diperlukan mengingat ada sebanyak 2,1 juta pekerja yang terpaksa dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi ini.

Adanya PHK tentu menjadi fakta bahwa ada lonjakan orang miskin baru pada tahun ini. Berkaca data pertumbuhan ekonomi triwulan I/2020 yang hanya mampu tumbuh sebesar 2,97% (year on year/yoy) yang membuat nilai rupiah jatuh pada level Rp16.575 per dolar AS. Hal ini pun seolah menjadi isyarat penting betapa mencemaskannya kondisi perkembangan ekonomi Indonesia saat ini.

Transformasi Bisnis

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kemenkop UKM, ada sebanyak 98 persen dari total usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi. Dalam kondisi normal, UMKM di Indonesia berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Terlebih kehidupan ekonomi Indonesia 80 persennya ditopang oleh konsumsi dalam negeri. Pada tahun 2019 kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 65 persen atau sekitar Rp 2.394,5 triliun.

Berbagai perubahan terjadi saat pandemi. Dari pola komunikasi, pola kerja, hingga kontekstual iklim usaha yang berubah. Begitu juga pola perilaku konsumen bisnis, banyak yang menjadi baru dan bergeser. Kondisi itu menuntut pelaku UMKM untuk cepat tanggap dalam merespons perubahan.Saat ini, sudah ada pergeseran pemasaran produk UMKM dari offline ke online, tapi jumlahnya baru mencapai 8 juta UMKM atau sekitar 13 persen dari total seluruh UMKM di Indonesia. Untuk mendukung pemanfaatan teknologi di sektor UMKM, Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan tambahan 2 juta pelaku UMKM supaya bisa melakukan go digital hingga akhir 2020.

Dalam membantu stimulus ekonomi pada sisi UMKM, Pemerintah melalui Kemenkominfo sudah meminta kepada para pelaku UMKM untuk mulai beralih menjajakan produk mereka ke platform digital. Pada era new normal, UMKM perlu mempersiapkan sejumlah hal seperti keberanian dalam melakukan inovasi dari sisi kanal penjualan, dari offline bersinergi dengan online, adopsi digital menjadi sangat vital dalam pengembangan kerjanya.

Adaptasi Cepat

Beberapa hal penting yang perlu dilakukan oleh banyak pelaku usaha saat ini adalah dengan melakukan adaptasi cepat dan mencari pergeseran strategi baru untuk mengoptimalkan layanan usahanya.Dalam konteks ini kebijakan online dalam delivery order merupakan siasat strategis ekonomi supaya stimulus dari peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh secara baik.

Kolaborasi antarpihak juga sangat penting pada masa sekarang, dalam hal ini antara pemerintah, swasta, dan penggiat usaha lokal. Demi memberikan panggung seluas-luasnya kepada UMKM lokal di tengah new normal. Pemerintah bersama para pelaku platform digital yang berada di naungan asosiasi e-commerce sangat perlu untuk intens mendorong pengembangan UMKM, yang bukan semata karena dampak pandemi, tapi memang sudah waktunya UMKM lebih maju dan merambah jalur digital guna mengembangkan usahanya.

Dalam realitas hari ini, kita memang tak dapat menolak kenyataan yang menunjukkan bagaimana parahnya konsekuensi dari kehadiran pandemi global Covid-19 dimana terjadi perubahan besar bagi kesadaran adaptasi iklim usaha secara cepat. Pertemuan secara daring/virtual kini menjadi hal lumrah untuk dilakukan dalam setiap transaksi jual-beli. Pengiriman barang atau dokumen pun kini menjadi serba digital.

Oleh karena itu, dalam pengembangan operasi bisnis Indonesia pada situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang, efektivitas kerja berbasis digital menjadi sangat mutlak dikembangkan. Dalam realita ini, jelas tak mengherankan jika sejak masa era new normal ini banyak dari para pelaku usaha Indonesia yang sudah terbiasa dengan intensnya praktik baru dalam usaha berbasis digital. Indikasi ini jelas memberi visi gambaran kedepan bagaimana ruang kehidupan ekonomi Indonesia nantinya akan berpacu pada satu ekosistem produktivitas baru yang sangat kompetitif yakni usaha berbasis digital.

Penulis
Haris Zaky Mubarak, MA
Sejarawan dan Direktur Eksekutif
Jaringan Studi Indonesia