Bagi banyak orang, pecandu narkoba adalah ampas peradaban yang harus segera dilenyapkan dari ruang-ruang sosial. Tidak mengherankan bila di luar sana banyak pecandu narkoba mendapat perlakuan diskriminasi, dijauhi, tidak mendapat perhatian bahkan terusir dari keluarga mereka sendiri.
Di Negeri ini, anggapan atau pelebelan pecandu narkoba seperti itu, bukan tanpa masalah.
Selain karena harkat martabatnya sebagai Manusia dilindungi oleh berbagai perangkat perundang-undagan kebertahanan eksistensi mereka hingga saat ini juga diakibatkan karena masih lemahnya sistem pertahanan Negara kita untuk menutup jalur lalulintas perederan narkoba, baik jalur Internasional maupun jalur peredaran domestik.
Ditengah suramnya pelabelan banyak orang terhadap pecandu narkoba ternyata tidak sedikit diantara mereka justru berupaya pulih dari ketergantungan zat-zat adiktif itu. Bahkan kabar baikya banyak diantara mereka berhasil pulih dan tidak lagi menggunakan narkoba.
Kawan saya misalnya, Muri, ya namanya Muri bukan akronim dari Museum Rekor Duni Internasional, tapi namanya memang Muri yaa… M-U-R-I (Muri). Singkatnya, Muri berhasil melepaskan dirinya dari belenggu narkoba yang telah mengerogoti tubuh dan pikiranya sejak pertama kali menggunakan narkoba di tahun 1994 silam.
Kisah insafnya Muri bermula sejak Ia mulai mendapat perhatian dan dorongan serius dari keluarga dekatnya untuk mengikuti program rehabilitasi. Secara bertahap, selama 6 (enam) bulan lamanya Muri mendapat pengobatan medis dan pembinaan sosial di Balai Rehabilitasi milik Badan Narkotika Nasional RI (BNN RI). Pada bulan Maret 2016 Muri oleh pihak balai rehabilitasi, dinyatakan dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat secara normal.
Sesudah menjalani rehabilitasi, Muri mengikuti on job training di lembaga swasta yang menjalin kerjasama dengan pihak BNN RI. Muri mengikuti program ini selama kurang lebih enam bulan lamanya. Setelah mengikuti pelatihan, Muri bersama beberapa kawanya yang juga mantan pecandu narkoba membentuk komunitas dengan misi membantu pecandu narkoba dari ketergantungan zat-zat adiktif.
Sejak saat itulah, Muri bersama kelompok komunitasnya rutin berkunjung ke tempat-tempat di mana mereka bisa bertemu dan berbincang lansung kepada pecandu narkoba untuk mengajarkan mereka berbagai hal agar dapat lepas dari barang haram narkoba.
Setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun lamanya mengikuti berbagai kegiatan dalam komunitasnya, Muri kemudian hijrah ke Kota Gorontalo dan mendirikan Yayasan berkonsep Panti Rehabilitasi Pecandu Narkoba yang ia berima nama Yayasan Bersama Sehat Mandiri (Bersemi). Sejak berdirinya di awal tahun 2020 Panti Rehabilitasi ini telah menangani 18 orang pasien dengan berbagai pendekatan terapi.
Kegiatan sosial seperti yang ada di Panti Rehabilitasi Bersemi hakikatnya merupakan implementasi dari pasal 58 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UUN) yakni, Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.
Sedangkan defenisi Rehabilitasi Sosial menurut pasal 1 angka 7 PP no. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (PP PWLPN) adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Setelah beberapa kali mendapat kesempatan menyaksikan lansung kegiatan para “terapis (kata yang disematkan kepada orang yang memberikan terapi)” di Panti Rehabilitas Bersemi, serta menghubung-hubungkanya dengan pendapat para ahli yang saya baca dalam Jurnal Bimbingan Konseling Islam (vol. 8 nomor 2 tahun 2017), saya menyimpulkan ada tiga jenis pendekatan terapi yang paling sering mereka terapkan kepada para pasien.
Pertama, terapi gestalt, terapi gestalt adalah jenis terapi yang digunakan untuk membantu pasien menjadi lebih sadar tentang perasaan mereka dalam menghadapi masalah. Teknik yang digunakan dalam terapi gestalt adalah bermain “peran” bersama pasien, maksudnya apabila pasien mengalami masalah dengan ibunya maka para terapis dapat memainkan peran sebagai ibu.
Kedua, terapi behavioral, jenis terapi ini merupakan jenis terapi yang mengarahkan setiap pasien untuk menanggalkan tingkah laku lama yang buruk ke tingkah laku baru yang lebih baik, latar belakang lahirnya terapi ini bermula dari keyakinan bahwa manusia mempunyai potensi untuk berperilaku baik maupun buruk, dan manusia mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri.
Ketiga, jenis terapi kognitif, terapi ini bertujuan untuk memberikan bantuan dan memandu pasien dalam mengungkap pikiran-pikiran yang tidak rasional. Penerapan jenis terapi ini dengan memberikan teknik kepada pasien untuk mendorong dan menentang pikiran-pikirannya agar menemukan pikir yang lebih rasional atau positif.
Dari sumber jurnal yang sama, kata para ahli proses penyembuhan pasien pecandu narkoba atau korban NAPZA (Narkotika Alkohol Psikotropik dan Zat Adiktif) terbilang tidak mudah selain memakan waktu lama juga membutuhkan metode penyebuhan secara holistik sebagaimana dimensi sehat yang dikemukakan oleh WHO (World Health Organization) dan APA (American Psikiatri Asosiation).
Di Indonesia metode penyembuhan secara holistik, selama ini sudah diterapkan disetiap Balai Rehabilitasi milik BNN RI yakni prosesnya menyentuh berbagai aspek seperti biologi, psikologi, sosial dan spiritual.
Pertanyaanya apakah lembaga rehabilitasi yang baru saja berdiri seperti Panti Rehabilitasi Bersemi dapat menerapkan proses penyembuhan secara holistik? Panti Rehabilitasi Bersemi masih memerlukan usaha dan dorongan dari banyak pihak untuk melakukan semua itu.
Sebagai pekerja sosial partikelir yang baru memulai karirnya, Muri menyadari tantangan yang Ia hadapi.Makanya beberapa bulan terakhir ini, Muri bersama rekan-rekanya di Panti Rehab terus berupaya memperbaiki kekurangan yang ada termasuk rencana mereka yang ingin menjalin kerjasama kepada institusi rumah sakit setempat – iyya, iyya baru rencana karena kata Muri syarat yang ada bukan main banyaknya.
Selain itu mereka juga sering melakukan upaya-upaya persuasif kepada pemerintah setempat agar hambatan yang meraka alami segera dapat terselesaikan termasuk kurangnya tenaga profesional untuk menerapkan proses penyembuhan secara holistik seperti yang ada di Balai Rehabilitasi BNN.
Tetapi faktanya, mekanisme birokrasi yang rumit dan cenderung “berkelok-kelok” selalu mereka temui. Syarat-syarat kelengkapan dokumen yang harus dipenuhi tidak sedikit jumlahnya terlebih selama ini pemerintah belum memberikan bimbingan teknis secara maksimal.
Idealnya, pemerintah melalui organ-organ yang bergerak dalam bidang ini memberikan layanan advokasi kepada Panti Rehabilitasi Bersemi agar kekurangan serta berbagai kendala yang mereka temui dapat terselesaikan dengan cepat.
Untuk diketahui, saat ini wilayah Provinsi Gorontalo hanya terdapat satu Panti Rehabilitasi Sosial khusus Pecandu Narkoba, Yakni Panti Rehabilitasi yang bernaung di bawah Yayasan Bersemi. Namun kabar buruknya, angka penyalahguna dan pecandu narkoba di Gorontalo telah mencapai angka 10.000_an jiwa (angka yang telah dirilis BNNP Gorontalo). Fakta ini jelas menjadi warning sign bagi pemerintah.
Secara normative, setiap penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (vide, pasal 54 UUN). Dan para keluarga pecandu narkoba dijwajibkan melapor ke pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit dan di lembaga atau institusi rehabilitasi medis dan sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah (vide, pasal 55 UUN).
Jika dilihat dari situasi dan kondisinya maka tidak berlebihan jika dikatakan, penerapan kedua pasal ini masih jauh dari kata ideal.
Selain karena minimnya institusi rehabilitasi pecandu narkoba di Gorontalo, informasi dan edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya pecandu narkoba untuk mengikuti rahabilitasi baik secara medis maupun secara sosial masih sangat terbatas.
Akhirnya banyak pecandu narkoba lebih memilih mengurung diri dan menahan segala gelaja penyakit akibat sakaw (putus obat). Peran pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu para pecandu narkoba melapor diri agar mereka segera mendapat upaya penyembuhan secara baik dan benar.
Diharapan kedepanya pemerintah pusat dan daerah Provinsi Gorontalo saling terintegrasi untuk mengambil langkah-langkah konkrit termasuk memberikan advokasi/bimbingan kepada Panti Rehab Bersemi agar kedepanya mereka juga mampu menyelenggarakan metode terapi secara holistik.
Oleh : Agung Fs, M.H, yang mengapresiasi mantan pecandu narkoba untuk kembali hidup normal tanpa banyangan narkoba.***
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.