BONEPOS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan, Andi Akmal Pasluddin (AAP) menegaskan, hingga saat ini penguasaan kapal 30 GT (Gross Tonnage) hanya dimiliki segelintir pelaku usaha perikanan.

Sekitar 95 persen kapal berbendera Indonesia yang bekerja mencari ikan di laut dalam usaha perikanan tangkap hanya berkekuatan tidak sampai 30 GT.

Pemerintah kata Akmal, selama ini berfokus pada pembinaan nelayan kecil yang mayoritas bekerja dengan kapal berkekuatan 5 GT.

AAP memahami memang pada kenyataannya, hingga saat ini mayoritas nelayan kecil.

Organisasi kelompok-kelompok nelayan dengan manajemen kelompok sangat minim yang mampu berkolaborasi mengelola kapal besar.

“Dominasi kapal berukuran kecil 5 Gross Tonnage ke bawah masih membayangi nelayan kita. Sehingga fokus pembangunan dan bantuan nelayan kecil cenderung lebih besar kepada kapal kecil. Termasuk pembinaan nelayannya juga masih skala kecil. Ini yang membuat industri perikanan dalam negeri kita tertinggal dari negara lain meskipun potensi alam laut negara kita sangat kaya,” beber Akmal.

Politikus PKS melanjutkan, saat ini ikan-ikan di pinggiran sudah mulai sulit di dapat. Harus melaju semakin ke tengah samudera untuk mendapatkan ikan. Bila kondisi nelayan tidak berbekal infrastruktur alat penangkap ikan yang memadai, ikan-ikan yang menjadi hak negara kita dikuras oleh negara lain yang memiliki kapal yang lebih memadai dan canggih.

Peraturan perundangan yang ada saat ini, sebut akmal, menuntut nelayan-nelayan berskala menengah untuk bersaing dengan negara luar dan bersaing dengan alam yang sudah mulai sulit menyediakan ikan di dekat daratan.

“Pemerintah ke depannya harus mulai intensif dalam pembinaan masyarakat nelayan menuju nelayan berskala menengah. Mulai dari pendampingan SDM, kemudahan dalam permodalan misal KUR untuk nelayan, hingga produksi kapal skala minimal 30 GT,” saran Akmal.

Legislator asal Sulawesi Selatan II ini menuturkan, pemikiran pemerintah saat ini selalu beranggapan nelayan Indonesia tidak sanggup mengoperasikan kapal besar sehingga bila disediakan kapalnya akan menjadi mubazir. Cara berpikir seperti ini, mesti segera dihilangkan dengan langkah, latih nelayan-nelayan, bina, dampingi, baik secara skill maupun organisasinya. Manajemen pengelolaan, SDM, teknik operasi alat sampai manajemen keuangan harus dilatih sampai siap.

Akmal menambahkan, bila pemerintah menunggu saja sampai nelayan-nelayan siap, maka tidak akan siap terus tanpa ada pembinaan. Negara Indonesia sangat mampu memproduksi kapal besar, tinggal pemerataan skill SDM nelayan dalam mengoperasikannya.

Politikus PKS berujar, dari sisi memproduksi kapal, Indonesia sangat mampu membuatnya. Bahkan kemampuan PT PAL Indonesia sangat berkompeten dalam sinergi produksi kapal-kapal seperti ini dalam jumlah masal.

“Saya mendorong pemerintah mengubah nelayan kecil kita menjadi besar secara merata di Indonesia. Perimbangan perbandingan jumlah nelayan kecil dan nelayan besar yang sangat timpang mesti digeser. Ini salah satu langkah memajukan industri perikanan tangkap negara kita berbasis kerakyatan,” kunci Andi Akmal Pasluddin. (ril)