BONEPOS.COM, MAKASSAR – Desember 2021 terjadi sebuah peristiwa, dan peristiwa ini memanaskan panggung politik global karena Rusia menempatkan 100 ribu pasukan di perbatasan Ukraina dan beberapa pakar mengatakan bahwa hal ini dapat memicu Perang Dunia Ketiga (World War III).

Semua ini bermula dari permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada NATO dan negara-negara barat. Yang pertama, Vladimir Putin meminta kepada NATO dan Amerika untuk menghentikan semua aktivitas militer di daerah yang berada di eropa timur. Yang kedua, Vladimir Putin meminta kepada NATO dan Amerika untuk berhenti merekrut anggota baru. Dan yang ketiga, Vladimir Putin meminta kepada NATO dan Amerika untuk berhenti ikut campur dalam segala di eropa timur.

Namun seperti yang sudah diduga, NATO dan Amerika menolak permintaan Vladimir Putin karena merasa bahwa Rusia tidak berhak untuk mengatur-atur kedaulatan sebuah negara. Akan tetapi Vladimir Putin tidak main-main dengan permintaannya. Vladimir Putin mengancam jika permintaanya tidak digubris oleh pihak NATO dan Amerika, maka Vladimir Putin akan melakukan invasi berskala besar kepada Ukraina untuk mengembalikan wilayah Ukraina kepada Rusia. Dan untuk menunjukkan keseriusannya pada tuntutan tersebut didalam Press Conference nya Vladimir Putin menegaskan bahwa Rusia siap untuk perang nuklir.

Konflik antara Rusia dan Ukraina tidak terjadi dalam 1-2 tahun belakangan, akan tetapi konflik ini sudah lama terjadi. Pada tahun 1990-an, walaupun Ukraina sudah menjadi negara yang berdaulat akan tetapi Ukraina masih belum terlepas dari bayang-bayang Rusia. Pada tahun 2004 terjadi sebuah Revolusi yang bernama Revolusi Orange. Revolusi Orange adalah sebuah pergerakan masyarakat Ukraina untuk lepas dari bayang-bayang Rusia dan masyarakat Ukraina meminta kepada pemerintah Ukraina agar Ukraina benar-benar menjadi negara yang berdaulat.

Singkat cerita, revolusi ini sukses dan berhasil mengangkat seorang presiden baru di Ukraina yang bernama Viktor Yushichenko. Viktor Yushichenko ingin melepas Ukraina dari pengaruh Rusia dan ingin bergabung kepada negara-negara barat. Keadaan ini membuat Rusia sangat tidak nyaman. Rusia melakukan filtrasi kedalam politik dalam negeri dari Ukraina. Filtrasi tersebut berhasil pada 2010 dengan terpilihnya Viktor Yanukovych sebagai presiden Ukraina. Viktor Yanukovych sendiri adalah orang yang sangat pro terhadap Rusia.

Sejak Viktor Yanukovych terpilih menjadi presiden Ukraina, hubungan antara Ukraina dengan NATO dan Amerika benar-benar kandas karena Viktor Yanukovych sangat berpihak kepada Rusia. Karena tindakan tersebut, masyarakat Ukraina tidak senang dan melakukan Revolusi lagi pada tahun 2014. Hasil dari revolusi tersebut mendepak Viktor Yanukovych sebagai Presiden Ukraina. Saat terjadi kekosongan akibat dari revolusi tersebut, Rusia mengambil secara paksa daerah Crimea. Selain mengambil daerah Crimea, Rusia juga mendukung penuh kelompok separatis pro Rusia didaerah Ukraina Timur.