BONEPOS.COM, JAKARTA – Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar Dialektika Buku Etika Pemerintahan Sesi II.
Buku ini menghadirkan dua narasumber, yang juga sekaligus penulis buku, yaitu Murtir Jeddawi dan Tjahjo Suprajogo.
Murtir Jeddawi menjelaskan, semangat penyelenggaraan negara menjadi penting karena memiliki kewenangan untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan sehingga kesinambungan suatu bangsa bisa berjalan, termasuk Indonesia.
Hal itu disinggungnya pula dalam buku “Etika Pemerintahan”.
Dirinya mengatakan, di Indonesia jika merefleksikan ulang UUD 1945, regulasi tersebut bahwa Indonesia merupakan negara kesejahteraan yang merupakan pengembangan dari negara formal.
Negara kesejahteraan modern merupakan negara di mana semua relung kehidupan masyarakatnya diatur oleh negara.
Dalam bahasa yang lebih spesifik, dari hulu ke hilir, sehingga kewenangannya begitu besar.
Oleh karena itu penyelenggara negara harus dilindungi dengan berbagai etika pemerintahan tertentu.
“Penyelenggara negara harus dibentengi oleh moralitas, penyelenggara negara harus dibentengi oleh akuntabilitas,” katanya.
Itulah mengapa, Murtir menyebut etika pemerintahan menjadi penting. Termasuk di dalamnya penyelenggara negara harus dibentengi oleh nilai intrinsik yang sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang ada sesuai kepercayaan dan agama yang dianut.
“Tapi ada aturan dalam hatinya bahwa ini tidak boleh dilakukan. Ada aturan dalam agamanya yang dianut, atau kepercayaannya bahwa ini tidak boleh dilakukan,” ujarnya.
Di sisi lain, narasumber berikutnya Tjahjo Suprajogo menerangkan terkait tulisannya berjudul, “Etika Pemerintahan: Isu dan Persoalan Fundamental Penyelenggaraan Pemerintahan”.
Dari berbagai sumber literatur yang dia rujuk, dia menyampaikan, etika merupakan karakter, adat, kebiasaan, maupun praktiknya. Setiap manusia ditakdirkan memiliki hati nurani yang bisa menimbang-nimbang dan mengukur perbuatan yang dilakukan.
“Apa yang saya lakukan itu kira-kira baik atau buruk, kira-kira membuat yang tadi kata Prof. Murtir tadi juga, yang disebut etika pemerintahan itu ketika kita merasa ini pantas atau tidak pantas di dalam perasaan kita, dalam hati nurani kita yang paling dalam,” jelasnya.
Thahjo menambahkan, adanya aliran-aliran dalam etika dengan berbagai pendekatan. Pendekatan itu seperti teleologis, utilitarianisme, deontologis, dan virtue ethitcs. Masing-masing pendekatan ini memiliki karakternya sendiri, seperti pendekatan teleologis secara khusus berkenaan dengan maksud dan tujuan, sementara utilitarianisme berkaitan dengan akibat yang dirasakan. (*)
Tinggalkan Balasan