BONEPOS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi mempertanyakan pertimbangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan ruang dan kemudahan perpanjangan kontrak Karya PT Vale Tbk sebelum dilakukan divestasi.

Hal tersebut dipertanyakan Bambang Haryadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan Plt. Dirjen Minerba KESDM RI, Dirut MIND-ID dan Dirut PT Vale Indonesia Tbk di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa,(29/8/2023).

“Apakah divestasi saham PT valley akan dilakukan sebelum atau sesudah perpanjangan kontak karya menjadi IUPK, ini pertimbangannya apa? Kok bisa membuat ruang, memberikan kemudahan,” tanya Bambang.

Bambang mengungkapkan, kewajiban sebelum perpanjangan IUPK ada di Peraturan Pemerintah, dan tidak serta merta membuka ruang bisa dilakukan divestasi setelah perpanjangan kontrak.

“Ini jadi aneh, seolah-olah Bapak memberikan ruang kepada PT Vale diperpanjang dulu, divestasinya belakangan,” sambungnya.

Dalam RDP ini, politisi dari Partai Gerindra ini juga mendorong pemerintah untuk menambah kepemilikan saham PT Vale menjadi 43 persen. Hal ini semata agar Indonesia bisa menjadi pengendali perusahaan tersebut.

Tidak hanya itu, Bambang juga meyakini pengembangan nikel di dalam negeri pun akan berjalan ke arah yang lebih progresif, apabila status MIND ID sebagai pengendali perusahaan tersebut.

Lebih jauh, Bambang menjelaskan, bahwa kepilikan saham publik sebesar 20 persen milik Vale Indonesa tidak bisa dihitung sebagai saham kepemilikan pemerintah.

“Vale mengakali bahwa mereka sebelumnya sudah melepas ke publik 20 persen. Jadi seolah-olah kalau dihitung, jadi 34 persen plus 20 persen. Kamu sudah lihat di bursa yang 20 persen itu mayoritas kepemilikan asing,” ujarnya.

Untuk diketahui saat ini pemegang saham Vale Indonesia terdiri dari Vale Canada Limited dengan 43,79 persen, Sumitomo Metal Mining 15,03 persen, MIND ID 20 persen, Vale Japan Limited 0,55 persen, Sumitomo Corporation 0,14 persen, dan publik 20,49 persen.