BONEPOS.COM, BONE – Bantuan alat pengering gabah atau Dryer yang diperuntukkan bagi Kelompok Tani (Poktan) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan terus berpolemik, lantaran dikuasai oleh perorangan atau secara pribadi.

Hal ini pun mendapat perhatian dari Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Selatan (Sulsel). ACC pun mendesak Kementerian Pertanian dan juga Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Bone untuk mengevaluasi bantuan itu.

“Bagi kami (ACC) bantuan untuk kelompok tani, ya peruntukannya untuk kelompok tani yang mendapatkan bantuan. Salah kalau hanya dikuasai oleh peorangan,” ungkap Wakil Ketua Eksternal ACC Sulsel, Hamka, kepada Bonepos.com, Rabu (25/10/2023).

Menurut Hamka, semestinya bantuan tersebut diperuntukkan untuk kelompok tani dan dimanfaatkan bagi semua anggota kelompok tani. Olehnya itu mesti dilakukan evaluasi oleh kementerian pertanian atau dinas pertanian.

“Jadi tidak hanya sampai pada saat penyerahan, tapi sampai penggunaannya pun harus dipantau oleh kementerian atau dinas pertanian. Kalau perlu harus dilakukan audit, karena pengadaan bantuan inikan memakai uang negara,” tegasnya.

“Setiap bantuan harus dimanfaatkan betul – betul oleh kelompok tani, bukan dimanfaatkan oleh satu orang saja atau perorangan,” tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, Kelompok Tani di Kabupaten Bone, merasa kecewa. Pasalnya mereka hanya dijadikan alat oleh oknum tertentu untuk mendapatkan bantuan mesin pengering gabah (Dryer).

Hal itu disampaikan Sopyan, Ketua Kelompok Tani Jennae, Kecamatan Mare, Bone. Salah Poktan yang diatasnamakan sebagai penerima pembagian bantuan Dryer senilai Rp 2,2 miliar dari Kementerian Pertanian RI.

Sopyan mengaku, bantuan mesin pengering padi yang merupakan aspirasi dari anggota DPR RI, Andi Akmal Pasluddin tidak dikelola oleh kelompoknya melainkan dikuasai oleh perorangan.

Tidak hanya itu, bahkan saat awal bantuan tersebut difungsikan, Ia sebagai Ketua Poktan yang sempat dijadikan pekerja dan digaji sebesar Rp 150 ribu oleh oknum yang menguasai mesin tersebut.

“Iya sempat saya dijadikan pekerja di sana. Waktu itu saya hanya digaji Rp 150 ribu. Saat ini mesin itu dikuasai oleh Herman,” ungkap Sopyan kepada wartawan, Selasa, (17/10/2023) lalu. (*)