BONEPOS.COM, JENEPONTO – Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Imam Taufiq Bohari mengajak kepada seluruh konstituennya agar tetap menjaga kondusifitas wilayah jelang pemilu 2024.
“Saya selalu mengingatkan kepada masyarakat khususnya konsituen saya agar tetap berpolitik santun dan mengedepankan nilai-nilai etika serta menjaga kondusifitas wilayah, terlebih jelang pemilu ini,” katanya.
Dengan menerapkan politik santun dan beretika, kata dia, dapat dipastikan masyarakat akan bijaksana dalam menerima perbedaan.
“Perbedaan dalam sebuah demokrasi itu sebuah keniscayaan, jangan sampai antar tetangga apalagi saudara besar pecah hanya karena beda pilihan. Percayalah bahwa semua kontestan yang maju di pileg nanti memiliki niat baik hanya kendaraannya saja yang berbeda,” paparnya.
Ketua PPP Jeneponto ini mengatakan, dirinya telah hampir 5 tahun menjadi anggota legislatif. Sehingga, dirinya sangat paham benar terpilih atau tidak terpilih merupakan bagian dari konsekuensi demokrasi yang harus di hormati.
“(Jika tidak terpilih pada Pileg 2024) berarti masyarakat itu tidak banyak memberikan mandat suara kepada saya untuk menjadi wakil mereka,” tambahnya.
Ia katakan, konsekuensi dari demokrasi yakni hitungan yang paling real dan proporsional adalah suara yang terbanyak.
“Itu adalah konsekuensi dari demokrasi, one man, one vote itu tidak mengakomodir suara itu berkelas. Jadi tetap setiap kepala masyarakat itu memiliki hak ataupun bobot yang sama,” katanya.
“Ini menjadi tantangan bagi politisi secara personal maupun partai politik untuk terus bisa meyakinkan masyarakat,” lanjutnya.
Sebagai pejabat publik sekaligus politisi, dirinya sangat menekankan dalam konteks memilih wakil rakyat, masyarakat harus memiliki pemahaman bahwa peran wakil rakyat itu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, masyarakat yang memberikan mandat suaranya kepada calon wakil rakyat itu sangat penting karena mereka mewakili sekian banyak orang.
“Kalau masyarakat benar-benar paham, masyarakat akan menggunakan hak suaranya yaitu untuk memilih wakil rakyat untuk pemimpin eksekutifnya melalui pemilihan secara langsung. Tapi kalau masyarakatnya tidak terpahami pendidikan politik sehingga mereka pragmatis saja,” ujarnya.
Dibeberkan Imam, kerugian bagi masyarakat yang pragmatis kerap dimanfaatkan segelintir oknum dengan cara memperjualbelikan suara kepada seorang calon baik legislatif maupun eksekutif.
“Sehingga dampaknya tidak bisa lagi bisa menuntut atau memperjuangkan aspirasinya, kenapa? Karena transaksional yang dilakukan di awalnya,” jelasnya.
“Saya makin meyakini semakin lama, masyarakat akan semakin pintar dalam menggunakan hak suara dalam sistem demokrasi ini,” tandasnya. (Akbar Razak)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.