PADA Jumat, 15 Desember 2023, di Kalla Institute diadakan Leader Talks Value. Acara diisi oleh Andi Tenripada, Ketua LPPM Kalla Institute dan dihadiri dosen dan tendik.
Tema yang diangkat yaitu growth mindset for leaders. Berbicara tentang growth mindset maka rujukan utamanya adalah buku “Mindset: the new psychology of success” karya Caroll S Dweck, Professor Psikologi dari Stanford University.
Ada enam bagian yang diulas untuk membedakan growth and fixed mindset yaitu intelligences, challenges, obstacles, effort, criticism, success of others. Pada bagian intelligences Growth mindset percaya bahwa kecerdasan, keterampilan, sikap, kepribadian dan karakter dapat dikembangkan.
Berbeda dengan fix mindset yang percaya bahwa segalanya sudah tetap atau fix, tidak bisa berkembang lagi.
Sebagai leader yang memiliki growth mindset, tidak langsung memvonis anak buahnya sebagai orang yang bodoh jika tidak mampu melakukan sesuai harapan. Dia akan berusaha mengajari, membimbing, dan mengembangkan timnya melalui training, mentoring, coaching dan magang.
Dalam skala negara pemimpin yang growth mindset percaya pada kemampuan SDM bangsanya. Jika belum mampu akan dibina dan diberi kesempatan. Tidak berpikir pendek untuk impor tapi mencoba membuat sendiri khususnya teknologi.
Pada bagian challenges (tantangan) dan obstacles (hambatan) orang atau leader yang memiliki growth mindset berani menghadapi resiko dan tantangan sebagai wahana belajar hal baru. Tidak takut mencoba, tidak takut gagal karena kegagalan adalah pembelajaran untuk pertumbuhan selama mampu mengambil pelajaran. Berbeda dengan orang atau leader yang fix mindset. Mereka takut menghadapi risiko dan tantangan karena takut gagal. Juga takut terlihat bodoh.
Mereka senang dengan zona nyaman yang dapat dijamin tidak akan gagal karena sudah biasa. Namun zona nyaman membuatnya tidak kreatif karena takut mencoba hal baru. Pikirannya adalah “mengapa harus repot? Usaha ini tidak akan mengubah apapun”. Akibatnya jika ada tantangan baru maka dia gampang menyerah.
Pada bagian criticism, orang atau leader yang memiliki growth mindset berani belajar dari kritikan sebagai masukan untuk memperbaiki kualitas diri. Berani membuka ruang dialog untuk kritik dan masukan resmi atau tidak resmi. Berani untuk dinilai oleh bawahannya melalui form penilaian khusus. Juga mendapatkan masukan secara tertulis atau lisan.
Berbeda dengan orang atau leader yang fix mindset. Biasanya mengabaikan kritik yang membangun. Jika ada yang mengkritik akan dilihat secara personal dan baper (bawa perasaan). Mudah tersinggung dan merasa tidak disukai, dibenci, tidak dipercaya dan dihina. Kadang juga membalas kritikan dengan kata-kata kasar, marah atau memberikan hukuman setimpal sehingga tidak ada lagi yang berani mengkritik.
Kehidupan bernegara di alam demokrasi membutuhkan pemimpin dengan growth mindset. Pemimpin yang siap menerima perbedaan pendapat. Siap berdiskusi, berdebat dan adu argumentasi. Siap menerima oposisi yang memberi pandangan berbeda. Prinsipnya lawan berpendapat adalah teman berpikir.
Pada bagian success of others (kesuksesan orang lain), orang atau leader yang memiliki growth mindset dapat menemukan pelajaran dan inspirasi dari kesuksesan orang lain. Kemudian digunakan untuk juga meraih sukses menggapai prestasi setinggi-tingginya. Berbeda dengan orang yang fix mindset. Biasanya merasa terancam dengan kesuksesan orang lain. Pikirannya adalah “jika Anda sukses maka saya gagal”. Lalu dalam meraih prestasi dia cepat puas, mencapai lebih sedikit dari potensi penuh yang dimiliki.
Mari bangun diri menjadi pribadi atau leader yang berpola pikir bertumbuh (growth mindset). Jika masih ada fixed mindset dalam diri, segera hijrah dan move on ke growth mindset. Di bulan dan tahun politik sekarang menuju Pilpres 2024, mari memilih pemimpin yang memiliki growth mindset. Pemimpin yang siap membawa Indonesia tumbuh menjadi negara maju. Indonesia Emas 2045. (Syamril/red)
Tinggalkan Balasan