Beredarnya video di sosial media yang memperlihatkan beberapa oknum kepala desa terlihat murka hingga membanting kursi dihadapan perwakilan pemerintah daerah dan wakil rakyat menunjukkan kekecewaan mereka atas usulan perencanaan pembangunan di desanya tak kunjung direalisasikan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang merupakan hajatan rutin dilakukan setiap tahunnya untuk merencanakan pembangunan enam tahun kedepan disetiap masa jabatan kepala desa.

Tak hanya itu aksi serupa pun pernah terjadi di tahun sebelumnya, oknum kepala desa melakukan aksi walkout, alasan pun sama, kecewa atas usulan yang tidak kunjung realisasi.

Mungkinkah hanya persoalan relasi antara wakil rakyat dengan pemerintah harus dioptimalkan? Ataukah Anggaran tidak cukup dengan perbandingan luas wilayah?

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Penulis mengenal musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) Ketika aktif bekerja di salah satu program pengentasan kemiskinan di bawah kendali kemeterian dalam negeri (Kemendagri) yakni Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.

Program ini merupakan salah satu indikator pembiayaan pembangunan dalam list proposal usulan perencanaan pembangunan di desa tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Karena musrenbang merupakan pintu segala perencanaan pembangunan di desa. Maka semua perencanaan anggaran pembangunan harus tercatat dalam bentuk proposal RPJMDes. Jika perencanaan tersebut tidak masuk dalam list maka perencanaan itu ditolak.

Setelah RPJMDes rampung maka dijabarkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPD) setiap tahunnya. RKPD ini kemudian disetor ke PNPM Mandiri Pedesaan yang menjadi acuan program untuk mengucurkan dana di desa tersebut. Karena di program tersebut memiliki tujuan pengentasan kemiskinan jadi boleh dikatakan bahwa usulan untuk pembangunan yang di usulkan untuk didanai oleh PNPM MPd pasti terealisasi sepanjang memenuhi syarat program.

Jika masyarakat membutuhkan bangunan misalnya maka syaratnya adalah masyarakat menghibahkan tanah lokasi yang akan dibangunkan gedung dengan membuat keterangan hibah. Salah satu contoh jika menginginkan bantuan pemnagunan gedung taman kanak-kanak (TK), prosesnya adalah

1. Musyawarah desa (musdes) menyerap aspirasi atau usulan masyarakat terkait kebutuhan pembangunan di desanya. Setelah itu fasilitator melakukan pengecekan lahan serta segala kelengkapan administrasi yang dibutuhkan. Termasuk membetuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang bertugas melaksanakan pembangunan serta pelaporan anggaran realisasi pembangunan yang disetor ke Unit Pengelola Kecamatan (UPK).

2. Musyawarah Antas Desa (MAD) adalah musyawarah ditingkat kecamatan yang dihadiri seluruh desa diwakili oleh kepala desa, BPD serta tokoh masyarakat lainnya. Di forum inilah dijabarkan desa yang mendapatkan bantuan untuk dikerjakan pada tahun anggaran berikutnya.

Realiisasinya usulan masyarakat melalui PNPM MPd di setiap tahunnya karena merupakan kebijakan program itu sendiri. Padahal aturan sbenarnya adalah dilakukan perengkingan dengan cara memberikan suara kepada desa yang layak mendapatkan bantuan oleh antar desa itu sendiri. Terjadilah semacam lobi-lobi untuk saling mendapatkan poin. Dari hasil poin tertinggi maka desa itulah yang layak diberikan bantuan.

Namun hal ini justru mendatangkan masalah baru, terjadi perselisihan diantara mereka karena merasa dikhianati dari hasil pemberian poin tersebut. Yang terjadi adalah ada desa yang sudah mendapatkan bantuan lebih dari sekali padahal masih ada desa yang belum mendapatkan bantuan sama sekali.

Jadi melalui musyawarah kecamatan, semua usulan desa diserap namun jika anggaran terbatas maka dilakukan daftar tunggu. Desa yang tidak mendapatkan giliran bantuan maka di diprioritaskan di tahun berikutnya. Maka dari itu semua rencana pembangunan di desa yang ditujukan didanai oleh PNPM MPd terealisasikan hingga pada 2014 program yang digagas di jaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu selesai.

Perbandingan Antara Musrenbang dengan PNPM

Berbeda dengan Musrenbang itu sendiri usulan masyarakat tidak berbanding lurus dengan PNPM MPd di masanya. Musrenbang ini sudah masuk istilah political will. Jika tidak ada kepentingan tertentu dari pihak dewan atau pemerintah maka rencana pembangunan sulit terealisasi.

Prosesnya begini, sebelum Musrenbang dimulai dilakukan Pra Musdes untuk menyerap aspirasi masyarakat di tingkat dusun, kemudian aspirasi tersebut ditetapkan pada Musyawarah Desa (Musdes) oleh kepala desa dan tokoh masyarakat sekaligus mengutus delegasi untuk mengawal usulan ke tingkat kecamatan.

Setelah berada di tingkat Kecamatan maka disaring lima usulan prioritas. Setelah ditetapkan usulan prioritas maka ditetapkan juga delegasi Kecamatan untuk mengawal usulan hasil musrenbang Kecamatan ke tingkat Kabupaten.

Usulan ini biasanya terbentur pada forum satuan kerja perangkat daerah (SKPD) karena di forum ini menilai usulan itu dengan empat pendekatan proses perencanaan seperti pendekatan secara teknokratik, pendekatan partisipatif (musrenbang), pendekatan politis, bottom up dan top down.

Kemudian disingkronkan, dipadukan dan diintegrasikan dalam dokumen perencanaan (dokren) rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). serta melihat indikator indeks pembangunan manusa (IPM) seperti indeks Pendidikan, indeks Kesehatan, pengeluaran perkapita serta aspek kewilayaan.

Misalkan dalam satu desa menginginkan pembangunan ruang belajar berarti terkait dengan sekolah maka indikator IPM adalah indeks pendidikan maka diarahkan ke dinas pendidikan sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) teknis.

Kemudian OPD inilah yang menyesuaikan dengan parameter dan variabelnya. Meskipun di desa tersebut adalah prioritas namun setelah melihat dari sisi kewilayaan dan parameter prioritas untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunannya tidak sesuai maka usulan tersebut tidak dapat direalisasikan.

Dalam artian di forum SKPD adalah rumus penentuan perencanaan pembangunan yang mana dikatakan prioritas, pendukung dan hanya sebagai penunjang.

Setelah seluruh rangkaian pembahasan di forum SKPD atau pemerintah yang hingga pembahasan di dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten. Disinilah rencana pembangunan akan dianggarkan alokasinya disebut dengan Rancangan Anggaran Pemerintah Daerah (RAPBD). Maka di titik ini menjadi puncak pertarungan realisasinya perencanaan pembangunan.

DPRD memiliki peran penting mengawal usulan masyarakat, mulai dari pengawalan proses penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KUA) hingga persetujuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan.

Hal itu kembali mempertegas ketika penulis diskusi dengan salah satu kepala desa yang pernah mengkonfirmasi ke salah satu anggota dewan di dapilnya terkait proyek jalan aspal dan ternyata proyek itu bergeser dari titik yang pernah dilakukan pengukuran jalan sebelumya yang telah direncanakan. Atas dasar konfirmasi itu, anggota dewan tersebut mengembalikan proyek itu ke titik sebelumnya.

Bijak Memilih Wakil Rakyat

Maka dari itu, pasca pemilihan calon legislatif yang lalu penulis melakukan sharing pendapat dengan dengan warga bahwa jika ada tetangga, kerabat, sekampung maju untuk menjadi anggota dewan maka sebaiknya warga bersatu memberikan dukungan.

Cukup untuk beberapa desa tetangga yang digarap memberikan suaranya sebanyak 7 persen dari jumlah pemilih maka memberikan peluang untuk terpilih. Namun ironisnya sekarang warga tidak berpikiran sejernih itu. Pemahaman mereka tergadai dengan money politic yang menentukan nasib pembangunan desaya lima tahun mendatang.

Solusi Usulan Terealisasi

Maka dari itu beberapa tips yang penulis tawarkan agar perencanaan pembangunan direalisasikan.

Pertama, jika ada usulan sebelum dilaksanakan proses musrenbang ataukah sudah masuk di tahap pra musdes sebelum hasil penetapan di desa maka perlu dilakukan koordinasi ke instansi terkait untuk mensinkronkan program yang direncanakan setiap OPD dengan perencanaan di desa.

Kedua, Usahakan mendudukkan perwakilan di DPRD. Dukung calon legislatif agar menang untuk mengawal aspirasi masyarakat. Disisi lain anggota DPRD memiliki dana aspirasi sebagai alternatif. Jika rencana pembangunan tidak realisasi usulan musrenbang maka bisa dibantu melalui dana tersebut.

Ketiga, sebisanya pemerintah merubah pola musrenbang dengan mengadopsi pola PNPM yang memberikan kebijakan pembangunan dengan cara bergantian agar usulan semua desa terealisasi.

Keempat, Dilakukan pemekaran wilayah karena luasnya wilayah jika tidak sebanding dengan anggaran dari pemerintah pusat maka anggaran terbatas untuk pembangunan. Seperti di kampung penulis di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan misalnya dengan anggaran dua trilliun setiap tahunnya tidak cukup untuk membiayai pembangunan dalam kurung waktu 1 tahun ke 328 desa dari 27 kecamatan.

Kelima, singkronkan usulan pembangunan dengan visi misi Bupati, misalnya bupati punya visi misi di sektor pertanian maka usulkan pembangunan pada sektor itu.

 

Oleh : Abdi Khairil