Bagi yang berdiam di Makassar, apakah sudah pernah shalat di Masjid Citraland Hertasning? Kalau belum sekali-sekali singgah di sana, terkhusus di bulan Ramadan.
Kalau di luar Ramadan, yang menarik adalah ngopi subuhnya. Setiap selesai shalat subuh, beberapa jamaah tetapnya diskusi lepas di teras masjidnya yang nyaman dengan sajian kue dan minuman sesuai pesanan.
Pesanan khas saya adalah, teh tanpa gula. Sesekali ada anggota jamaah yang membawa kopi vitalitas. Tapi merek kopinya saya kurang ingat.
Yang ingin saya celotehkan, suasana Masjid Citraland saat Ramadan. Jamaahnya selalu penuh pada lima shalat waktu. Mungkin ini fenomena banyak masjid di bulan Ramadan. Namun yang tampak berbeda adalah layanan Masjid Istiqamah pada saat buka puasa.
Masjid Citraland sejak berdirinya sudah menyiapkan buka puasa paket komplit pada masyarakat, yang datang buka puasa; takjil dan makanan berat. Jumlah masyarakat yang datang tidak tanggung-tanggung, bisa mencapai delapan ratus sampai seribuan orang.
Sepertinya Pengurus Masjid sudah terbiasa mengelola jamaah yang buka puasa dengan jumlah yang membludak ini. Setiap Ramadan, panitia mendirikan tenda yang rapi dengan suasana nyaman di halaman Masjid untuk yang berbuka.
Yang menakjubkan, kita tidak melihat sedikitpun suasana perebutan makanan buka puasa. Jamaah mencicipi makanan paket komplit tadi dengan sangat tenang dan teratur.
Keteraturan itu lahir dari kemampuan pengurus mengelola pelaksanaan buka puasa dengan sangat apik. Pengurus membentuk panitia khusus yang mengelola buka puasa masif tersebut.
Pengurus membuka kesempatan kepada setiap warga untuk menyumbang paket buka puasa sesuai kemampuan, bisa berupa biaya atau langsung paketnya.
Selain kebutuhan dukungan dana yang besar, pengelolaan buka puasa yang rapi dan teratur ini adalah satu pembelajaran keteraturan. Tentu berbeda pada pelayanan makan pada acara keramaian yang lain, pelayanan buka puasa itu berlangsung singkat dan pada waktu yang sama.
Bila jumlahnya tidak seberapa atau seperti jumlah di rumah makan tentu tidaklah merepotkan, tapi yang buka puasa di sana jumlahnya sangat ramai. Jadi setiap buka puasa, terlihat seperti adanya pengantin anak “raja,” apalagi tendanya terlihat eksklusif. Segera menjelang shalat tarawih, semua sudah bersih tanpa meninggalkan bekas sampah sedikitpun.
Yang ingin saya katakan, keteraturan yang diciptakan pengurus Masjid Citraland adalah satu pembelajaran. Siapa yang berada di balik keteraturan itu? Pertama panitia yang sigap dengan pola kerja yang terukur, meskipun panitianya tidak begitu banyak.
Kedua, Ibu-Ibu Majelis Taklim kompleks Citraland sangat kompak turun gelanggang mengatur penyediaan logistik buka puasa. Ketiga, faktor jamaah buka puasa.
Jamaah berkontribusi besar bagi hadirnya ketertiban. Jamaah buka puasa sudah mengkondisikan diri untuk tertib. Mereka sudah dibentuk oleh kondisi ketertiban di lingkungan Masjid. Proses keteraturan berfungsi secara kultural.
Pengurus masjidnya mempersilahkan siapa saja yang datang pada acara buka puasa tanpa pernah memandang latar belakang sosial seseorang. Masjid yang berada di kompleks perumahan kelas menengah, sama sekali tidak menampakkan kelas sosial para jamaahnya. Terlebih lagi, pengurusnya sangat matang dalam mengelolah perbedaan pandangan sosial, politik, dan keagamaan para jamaahnya.
Jadi dapat dipastikan, mereka yang datang buka puasa melebur tanpa ada sekat sosial. Prinsip pengurus masjid, pilihan boleh berbeda, tapi menjadi bermaanfat adalah priorita.
Suasana buka puasa di Masjid Citraland juga menjadi pertanda bahwa betapa bulan Ramadan ini menjadi momen persatuan umat, momen merajut kembali serpihan dan menuntaskan hajat sosial yang sempat terbengkalai. Jadi datangmiki’, dan kalau tidak dapat bagian buka puasa, ambilmiki’ punyaku’, saya lebih suka mentahnya.
Penulis:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin
Tinggalkan Balasan