Satu lagi modal sosial yang sangat penting dimiliki selain modal harta, modal senyum. Modal senyum bisa dianggap berbanding terbalik dari modal harta, karena senyum bersifat non-materi. Orang yang memiliki modal senyum tidak perlu mengeluarkan apa-apa untuk melancarkannya. Tenaga pun tidak. Kalau tidak percaya, silakan senyum sekarang, pasti anda tidak merasa capek. Asal jangan tersenyum terus tanpa sebab, jadinya bukan modal tapi musibah.
Senyum itu tidak berbiaya, jadinya senyum itu gratis. Tidak ada orang dalam hidup ini, karena saking kayanya tidak butuh senyum. Dan tidak ada orang dalam hidup ini saking miskinnya sehingga tidak bisa tersenyum.
Senyum adalah “modal dengkul” paling berharga dimiliki. Orang dengan modal senyum selalu menebarnya setiap bertemu dengan orang lain. Senyumnya keluar secara spontan, tidak dibuat-buat. Lemparan senyumnya sangat manis, bukan sinis. Senyumnya juga bukan tergolong senyum menggoda, yang biasanya diperuntukkan pada lawan jenis. Tapi senyumnya memiliki nilai universal yang bisa dipersepsi sebagai senyum persahabatan.
Orang memiliki senyum seperti ini biasanya sudah lama dipraktekkannya. Mungkin lingkungannya sudah lama mengarjakan pentingnya menabur senyum dalam hidup. Mungkin orangtuanya selalu mengingatkan tidak menampilkan muka cemberut saat bertatap muka dengan siapa saja. Mungkin orangtuanya mengajarkan, saat melewati orang yang bertamu di rumahnya, yang pertama dilakukan tersenyum.
Mungkin gurunya selalu mengingatkan di sekolah bahwa ada perilaku yang sangat penting yang akan menjadi modal sosial siswa, yang tidak ada dalam buku pelajaran, belajar tersenyum. Mungkin dosennya saat kuliah selalu mengatakan, ada sebuah “soft skill” yang akan sangat membantu untuk kesuksesan hidup mereka, yaitu belajar tersenyum.
Mungkin dosennya melanjutkan motivasinya dengan mengatakan bahwa suatu saat mereka menjadi guru, lemparkan senyum pada murid-muridnya karena dari senyum itu, setengah pelajaran sudah diajarkannya. Suatu ketika menjadi dokter, saat berpraktek di klinik, masuk pasien, melempar senyum, setengah dari penyakitnya sudah terobati. Saat menghadap ke calon mertuanya, lempar senyum, setengah uang panai’ (uang belanja pernikahan) akan diturunkan.
Intinya, orang dengan modal sosial ini memiliki senyum ORI, bukan senyum KW. Senyum ORI adalah senyum yang melekat atau tertanam (embedded) pada dirinya. Senyumnya adalah kepribadiannya itu sendiri. Senyum ORI adalah senyum yang mempersatukan bagi yang beda pandangan, melerai bagi yang berkonflik. Senyum ORI itu renyah, sedap, atau legit. Sementara senyum KW adalah senyum karena motif tertentu. Senyum KW adalah senyum instrumental, karenanya senyumnya kering, gersang, dan kosong.
Terakhir, ayo tersenyum! Saya bayangkan semua yang baca coretan ini pada tersenyum. Atau bagaimana kalau hari ini kita jadikan hari senyum sedunia?
Penulis:
Hamdan Juhannis,
Rektor UIN Alauddin
Tinggalkan Balasan