BONEPOS.COM, ACEH – Hari ini, Jumat (20/9/2024), PON XXI Aceh-Sumut 2024 resmi ditutup. Kontingen Sulawesi Selatan (Sulsel) menempati peringkat ke-16 dalam perolehan medali dengan total 61 medali, terdiri dari 10 emas, 20 perak, dan 31 perunggu.

Meski jumlah medali mengalami peningkatan dibandingkan PON XX Papua, Sulsel harus menerima kenyataan bahwa target medali emas tidak tercapai. Pada PON XX Papua 2021, Sulsel berada di peringkat ke-11 dengan 11 emas, 13 perak, dan 13 perunggu, total 37 medali.

Secara keseluruhan, PON XXI menunjukkan peningkatan jumlah medali bagi Sulsel, yaitu bertambah 24 medali dari PON sebelumnya. Namun, target perolehan emas yang diproyeksikan bergeser ke perak dan perunggu. Medali emas mengalami penurunan 1 medali, sementara perak naik 7 medali, dan perunggu bertambah 18 medali.

Ketua KONI Sulsel, Yasir Machmud, menanggapi hasil PON XXI ini dengan keprihatinan. Menurutnya, capaian target emas yang dicanangkan dari 18 cabang olahraga (cabor) unggulan sebagian besar meleset.

Yasir Machmud mengungkapkan bahwa hal ini disebabkan karena porsi pembinaan atlet yang tidak optimal akibat kurangnya dukungan anggaran pembinaan, yang berbeda jauh dibandingkan dengan provinsi lain.

“Sulsel menurunkan 402 atlet yang lolos ke PON XXI, namun tidak ada satupun yang mendapat fasilitas tryout atau sarana yang memadai. Kalaupun ada atlet yang melakukan tryout, sebagian besar menggunakan dana pribadi. Sementara itu, provinsi lain mendukung atlet mereka hingga latihan di luar negeri,” ujar Yasir Machmud.

Ia juga menyoroti sarana dan prasarana latihan yang tidak memadai, sehingga para atlet tidak dapat berlatih secara maksimal. Hal ini diperparah dengan dukungan dana yang sangat minim serta perhatian pemerintah yang kurang terhadap perkembangan olahraga di Sulawesi Selatan.

“Saat SYL menjabat sebagai Gubernur, anggaran hibah KONI untuk PON XIX di Jabar 2018 mencapai 68 miliar, PON XX sebesar 30 miliar, dan PON XXI kali ini hanya 17,5 miliar. Bagaimana kita bisa dipaksa sukses jika anggaran tidak mendukung?” tambah Yasir.

Yasir juga menyoroti perubahan kebijakan pengelolaan anggaran olahraga prestasi, yang pada awalnya dikelola oleh KONI dalam bentuk hibah, kini diambil alih oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel.

Menurut Yasir Machmud, perubahan ini bertentangan dengan UU Nomor 11 Tahun 2022 Pasal 79 dan 83, yang menyatakan bahwa anggaran olahraga prestasi seharusnya dikelola oleh KONI dengan dukungan dari pemerintah daerah.

“Kami berharap, ke depannya, olahraga prestasi ini dikembalikan ke porsi yang seharusnya, di mana KONI sebagai adhoc pemerintah di bidang olahraga diberikan wewenang untuk mengelola olahraga prestasi. Kami terkendala dengan kebijakan yang ada di Dispora karena beberapa item kegiatan yang lebih terjangkau jika dikelola oleh KONI, justru menjadi mahal ketika dikelola oleh Dispora,” lanjutnya.

Selain itu, Yasir Machmud mengeluhkan bahwa sebagian usulan anggaran sebesar 14 miliar yang diajukan KONI hilang dalam pengelolaan oleh Dispora. Beberapa item penting seperti biaya angkutan peralatan, biaya protes, biaya operasional lapangan saat atlet bertanding, dan bonus langsung tidak dianggarkan oleh Dispora.

Yasir menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam pembinaan jangka panjang untuk menciptakan atlet berprestasi melalui pelatihan yang sistematis, berkelanjutan, dan melibatkan sport science serta teknologi olahraga.

“Kami akan melakukan evaluasi bersama cabang olahraga dan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola olahraga ke depan, terutama dalam menghadapi PON XXII di NTB/NTT pada tahun 2028 mendatang. Rapat Pleno dan Rapat Kerja Provinsi tahun 2024 akan menjadi momen penting untuk mengevaluasi program olahraga ke depan,” pungkasnya.