BONEPOS.COM – 22 tahun bukan sekadar angka. Ini adalah perjalanan panjang, di mana Tekpala menjadi rumah yang mendewasakan —menghadapi kerasnya alam dan, lebih penting lagi, menghadapi diri sendiri. Dari rimba tak terjamah hingga tebing curam, dari laut luas sampai badai yang tak pernah kompromi, kita belajar satu hal: waktu tak pernah bisa ditaklukkan, tapi kita bisa memilih untuk berdamai dengannya.

Hari ini, di usia 22 tahun, kita bukan hanya merayakan masa lalu, tetapi juga menata arah di masa yang akan datang. Usia ini bukan tentang menjadi tua, melainkan menjadi dewasa. Momentum ini menjadi sebuah refleksi: apakah kita sudah cukup dewasa untuk menghadapi tantangan zaman yang begitu rumit?

Pelayaran Sandeq, yang menorehkan sejarah panjang itu, hanyalah permulaan. Keberhasilannya bukan sekadar pencapaian fisik, tetapi simbol bagaimana kita, sebagai individu dan organisasi, mampu menyulam keberdayaan—membangun kekuatan bukan dari satu langkah besar, melainkan dari benang-benang kecil usaha yang terus terjalin. Keberdayaan bukan hanya soal mampu bertahan, tetapi juga soal terus berkembang di tengah tantangan. Di dunia yang terus berubah, keberdayaan kita sebagai anggota Tekpala diukur dari kemampuan kita beradaptasi, berinovasi, dan tetap relevan di tengah derasnya arus modernitas.

Profesionalisme di Tekpala tidak hanya soal keterampilan menghadapi alam liar, tetapi juga bagaimana kita merespons zaman yang terus berubah. Seperti Sandeq yang terus melaju, meskipun angin seringkali tak berpihak, kita pun harus terus bergerak, menyulam keberdayaan di setiap langkah. Ku pikir, di Tekpala, menjadi dewasa bukan pilihan, melainkan sebuah keniscayaan yang kita bangun bersama—satu demi satu simpul menjadi untaian panjang tali peradaban.

Penulis
Fahmi Sambila, ST
TPL/163/XII/17/GBR