BONEPOS.COM, JAKARTA – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terancam dimakzulkan usai membuat geger negara ini. Ia mengumumkan darurat militer hanya 6 jam.
Majelis Nasional sedang menggelar pemungutan suara pemakzulan Presiden Yoon, Sabtu (7/12/2024).
Jika pemakzulan ini lolos, Yoon kehilangan kursi kepresidenan hingga putusan Mahkamah Konstitusi.
Selagi kosong, perdana Menteri akan menduduki posisi tersebut untuk sementara waktu. Pemilu baru digelar 660 hari setelah putusan.
Menurut konstitusi Korea, parlemen yang berjumlah 300 anggota bisa memakzulkan presiden jika mengantongi persetujuan dari dua pertiga atau sekitar 200 orang anggota, demikian dikutip Korea Herald, Kamis (6/12).
Aliansi oposisi pimpinan Partai Demokratik punya kursi di parlemen sebanyak 176 kursi.
Sementara itu, penguasa Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP) memiliki 108 kursi.
Aliansi Demokratik perlu sekitar 24 suara lagi untuk bisa meloloskan pemakzulan. Namun, PPP secara tegas akan mencegah langkah ini..
“Sebagai pemimpin partai, saya akan bekerja untuk memastikan usulan pemakzulan ini tidak lolos, guna mencegah terjadinya kekacauan yang tidak terduga yang bisa membahayakan masyarakat dan para pendukung,” Ketua PPP Han Dong Hoon , dikutip Korea Herald.
Mosi pemakzulan diajukan oposisi pada Rabu dini hari waktu setempat.
Berdasarkan Undang-Undang Majelis Nasional, pemungutan suara secara teknis bisa dilakukan paling cepat pada Jumat pukul 00.48
Usulan memakzulkan harus melalui pemungutan suara rahasia mulai 24 hingga 72 jam setelah dilaporkan.
Juru bicara Partai Demokratik Jo Seoung Lae berencana mengajukan usulan voting dalam sesi pleno luar biasa pada Sabtu pukul 19.00 waktu setempat.
Jo mengatakan keputusan partai akan memberi rakyat dan anggota parlemen lebih banyak waktu mempertimbangkan apakah tindakan Yoon merupakan pemberontakan atau upaya kudeta.
Di hari itu pula, parlemen akan voting untuk rancangan undang-undang penyelidikan khusus terhadap istri Yoon, Kim Keon Hee.
Kim menghadapi serangkaian tuduhan seperti intervensi pemilu, manipulasi harga saham, hingga pengaruh perdagangan.
(*)
Tinggalkan Balasan