BONEPOS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Prof HAM Nurdin Halid, menyatakan bahwa saat ini DPR RI sedang mengusulkan agar wilayah izin usaha tambang (WIUP) diberikan kepada badan usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM ) dan Koperasi.
Menurut Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Koperasi dan UMK ini, bahwa rencana pemberian Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada UMKM dan Koperasi dengan landasan hukum yang sangat jelas.
Hal itu kata Nurdin Halid tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ayat 1, 2 dan 3. Dimana pemberian WIUP kepada UMKM dan Koperasi merupakan perwujudan amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3).
“Dalam UUD 1945 Pasal 33, Ayat 3, dinyatakan: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ungkap Nurdin Halid.
Lanjut Dia, Pasal 33 UUD 1945 Ayat (1) menempatkan rakyat dalam posisi yang utama, baik sebagai pelaku usaha ekonomi maupun sebagai penerima manfaat pembangunan ekonomi. Oleh karenanya, kepentingan masyarakat lebih utama dari kepentingan perorangan.
Kemudian, Pasal 33 UUD 1945 memberikan petunjuk tentang susunan ekonomi dan mencerminkan cita-cita yang dipegang teguh dan apa yang diperjuangkan secara konsisten oleh para pimpinan pemerintahan (negara).
Lalu, Pasal 33 UUD 1945 Ayat (2) sudah secara jelas dinyatakan bahwa negara memiliki kewenangan untuk menguasai cabang-cabang produksi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
“Kedua, TAP MPR RI No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Dalam bagian ‘menimbang’ TAP MPR RI ini dinyatakan bahwa pelaksanaan amanat demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945 belum terwujud,” terangnya.
Ketua Umum IKA UNM ini menjelaskan, pemberian WIUP hanya kepada perusahaan skala besar yang dilakukan selama ini lebih banyak menguntungkan segelintir orang, terutama para pemilik perusahaan besar.
Padahal, dalam Pasal 3 TAP MPR RI No. XVI/MPR/1998 dinyatakan: Dalam pelaksanaan Demokrasi Ekonomi, tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan.
Kemudian, Praktek pemberian WIUP yang dilakukan selama ini tidak sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan apa yang ditetapkan dalam TAP MPR RI No. XVI/MPR/1998.
Karena itu, dari sisi legal, pemberian pemberian WIUP kepada UMKM dan Koperasi memiliki dasar hukum yang sangat kuat. Di samping amanat Pasal 33 UUD 1945 dan TAP MPR RI No. XVI/MPR/1998, UMKM dan Koperasi merupakan badan usaha yang keberadaannya diakui secara sah menurut UU.
Eksistensi UMKM diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah. Sementara eksistensi Koperasi diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. UMKM dan Koperasi diakui sebagai pilar utama ekonomi nasional.
Secara sosiologis, UMKM dan Koperasi merupakan badan usaha milik masyarakat atau rakyat kebanyakan. Karena itu, pemberian WIUP kepada UMKM dan Koperasi merupakan salah satu bentuk upaya pemanfaatan sumber daya alam yang langsung bagi kemamuran rakyat.
Nurdin Halid sangat mendukung dan bahkan memberikan rekomendasi pemberian WIUP kepada UMKM dan Koperasi harus dilakukan dengan persyatatan yang ketat. Aspek penting yang harus dilihat adalah kapabilitas UMKM dan Koperasi dalam mengelola tambang. (*)