Kasus TBC di Kubar Capai 167 Orang, Paling Banyak di Kawasan Padat Penduduk

Ilustrasi. (Foto: Pexels)

BONEPOS.COM, KUBAR – Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Barat mencatat angka kasus positif tuberkulosis (TBC) masih cukup tinggi.

Hingga pertengahan Juni 2025, sebanyak 167 orang terkonfirmasi positif TBC. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan masifnya screening yang digalakkan.

Jumlah tersebut berasal dari 2 sampel yang diperiksa setiap pagi dan sewaktu dari warga dengan dugaan TBC.

Sementara itu, terget penjaringan suspect TBC tahun ini naik 10 persen dari tahun sebelumnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kubar Rita Sinaga mengungkapkan, temuan kasus paling banyak ditemukan di daerah padat penduduk, khususnya Kecamatan Barong Tongkok.

“Sesuai dengan jumlah penduduk yang paling banyak,” kata Rita, Sabtu (21/6/2025).

Deteksi dini TBC di Kubar telah digencarkan sejak 1994. Proses penjaringan dilakukan dengan mengambil sampel dahak dari warga yang masuk kategori suspect.

“Sudah dari tahun 1994 pada saat projek TB dilaksanakan di PKM Tering yang digaungkan oleh Rio Tinto. Kemudian, proses penjaringan melalui pasien batuk, pasien DM, gizi buruk, perokok aktif dan kontak serumah dan erat pada pasien TB,” ujarnya.

Berdasarkan data, dari 10 hingga 15 sampel biasanya 1 orang dilaporkan positif. Contohnya pada 2024 lalu, dari target awal 3000 orang suspect, justru ditemukan 3.150 suspect.

“Target 3000 terduga dan dapat ditemukan hampir 3.150 terduga yang dijaring,” sebutnya.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 600 orang dinyatakan positif TBC. Ia menegaskan, semakin banyak kasus yang terdeteksi sejak dini, maka semakin fokus pula penanganannya.

“Iya karena bisa diberikan obat tetap bagi kontak, dan cepat diobati apabila terdiagnosis TB,” ungkapnya.

Pasien yang positif langsung ditindaklanjuti dengan pengobatan intensif agar rantai penularan bisa segera diputus.

Ia mengingatkan pentingnya menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.

“Iya di-follow up di bulan 2, bulan 5 dan akhir pengobatan di bulan 6,” bebernya.

Sebab, katanya, jika pasien berhenti di tengah jalan, bukan hanya berisiko menularkan penyakit, tetapi juga bisa memicu resistensi obat.

“Akan kambuh lagi dan pengobatan akan diulang dan berisiko MDR atau ressiten obat,” ucapnya.

Dinkes Kubar berkomitmen meningkatkan cakupan pengobatan dan pemantauan pasien TBC. Mulai dari layanan jemput bola hingga pemantauan rutin oleh petugas kesehatan.

“Dengan membuat SK penguatan jejaring atau PPM (Private Public Mix) guna melibatkan organisasi profesi dan OPD untuk ikut serta membantu dalam penanganan kasus TB dan aktif dalam hal promosi pencegahan,” pintanya.

Olehnya itu, Dinkes menghimbau para penderita TBC agar aktif mengikuti pengobatan hingga sembuh. Selain itu, pihaknya juga memastikan SDM di setiap pusat kesehatan dan obat-obat tersedia secara gratis.

“Sesuai moto TB yaitu Toss TB temukan obati sampai sembuh,” tandasnya.

Penulis: Razak