Pemilu Nasional dan Daerah Resmi Dipisah Lewat Putusan MK

Ilustrasi. (Foto: INT)

BONEPOS.COM, JAKARTA – Pemilu nasional dan daerah resmi dipisah oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pemungutan suara nasional diberi jarang paling lama 2 tahun 6 bulan dengan tingkat daerah.

“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’,” ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan amar putusan, Kamis (26/6/2026).

MK lalu menjelaskan pertimbangan di balik putusan memisahkan pemilu nasional dan daerah. MK menilai pemilu serentak membuat masyarakat jenuh dan tidak fokus.

“Menurut Mahkamah, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional ke depan adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD dan presiden/wakil presiden, dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota,” ujar hakim MK Saldi Isra dalam sidang yang digelar, Kamis (26/6/2025).

“Masa jabatan penyelenggara pemilihan umum menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan ‘tugas inti’ penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar 2 (dua) tahun,” jelas Arief.

Diketahui, pada Pemilu 2024 lalu, terdapat 5 surat suara sekaligus yang terdiri dari pasangan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten kota.

Aturan surat suara Pemilu 2024 ini juga tertuang dalam paragraf 3 tentang Surat Suara dalam PKPU Nomor 14 tahun 2023. Ada lima jenis surat suara berlatar putih dengan lima warna penanda yang berbeda sesuai fungsinya.

Kritik mengenai tata cara pemilu lima kotak suara sebenarnya telah lama mencuat. Salah satunya dating dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada tahun 2019 silam.

Perludem saat itu menilai coblosan lima surat suara sekaligus tidak sesuai dengan kapasitas beban baik dari penyelenggara negara atau peserta pemilu.

(*)